Setelah Aceh kembali memperoleh status sebagai Provinsi yang terlepas dari Provinsi Sumatera Utara pada tahun 1957, langkah-langkah strategis pun kemudian dilakukan Pemerintah Daerah Aceh (ketika itu bernama Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Daerah Istimewa Aceh). Fokus utama dilekatkan pada upaya membangun pendidikan, meletakan fondasi ekonomi, serta membenahi aspek kepemimpinan daerah.
Wujud konkrit dari pembangunan bidang pendidikan ini adalah peresmian Kota Pelajar Mahasiswa (Kopelma) Darussalam yang didirikan di atas idealisme untuk mengubah Aceh dalam kancah darulharb (wilayah perang dan pertikaian) menjadi darussalam (wilayah yang penuh kedamaian). Dasar dan idealisme ini sengaja disemai tokoh-tokoh Aceh pada waktu itu untuk memungkinkan pembangunan daerah dilakukan dalam perspektif moderen dan progresif sehingga mampu mengatasi berbagai tantangan terutama tantangan menghadapi masa depan.
Idealisme yang tumbuh ketika Kopelma Darussalam dibangun nyata terlihat pada pola pembangunan yang kemudian dilakukan. Dilingkungan dalam kampus Darussalam ditempatkan secara berdampingan tiga lembaga pendidikan tinggi, yaitu Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), IAIN Jamiah Ar-Raniry, dan Dayah Pante Kulu, wujud bangunan kampus Darussalam yang mengintegrasikan ketiga jenis pendidikan diatas sesungguhnya juga menggambarkan pola kepemimpinan Aceh yang meliputi tiga unsur; ulama, umara, zuama.
Pembangunan Aceh melalui pembenahan pendidikan didasari pertimbangan substansial sebagaimana dikemukakan Gubernur Aceh kala itu, Ali Hasjmy, bahwa “Bila agama diurus oleh orang-orang yang tidak berpendidikan maka yang berkembang adalah khurafat. Begitu pula bila adat diurus oleh orang-orang yang bodoh maka yang berkembang adalah kejahilan.” Tentu saja fondasi dasar demikian merupakan pilihan tepat memulai pembangunan, hali ini terbukti pada periode 1967-1978 ketika Darussalam yang dibangun dan dibina diatas prinsip damai mampu memberi perubahan signifikan. Berkat peran Kopelma Darussalam, masyarakat Aceh pasca kemelut yang cenderung tertutup, berubah lebih terbuka dalam banyak sisi; dalam bergaul maupun dalam bersikap dan berpikir.
Lingkungan pendidikan Kopelma Darussalam ini dalam sejarahnya nanti terlihat memberikan kontribusi signifikan dalam kajian-kajian pembangunan daerah dengan melahirkan lembaga perencanaan pembangunan daerah yang diberi nama Badan Pembangunan Daerah Aceh atau Aceh Development Board (ADB). Dikemudian hari ADB berganti nama dan hinga kini dikenal dengan sebutan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Aceh.
Setelah Persoalan pendidikan ditangani secara komprehensif, permasalahan lain yang kemudian hadir pada awal Provinsi Daerah Istimewa Aceh terbentuk kembali pada tahun 1957 (pasca peleburan ke Porvinsi Sumatera Utara) Adalah persoalan dana yang terbatas untuk menyelenggarakan pemerintah dan pembangunan. Untuk menangani keterbatasan dana pembangunan ini, pemerintah daerah yang saat itu dipimpin oleh Ali Hasjmy dan Letkol A.M Namploh antara lain memprakasai pendirian Bank Kesejahteraan Atjeh NV (kini dikenal dengan nama PT Bank Pembangunan Daerah atau disingkat BPD).
Persoalan lain yang juga muncul masa ini dan bersifat tidak kalah penting adalah krisis kepemimpinan dan ketokohan sebagai akibat perang dan konflik yang berkepanjangan. Menyadari persoalan yang timbul di bidang kepemimpinan tersebut, Gubernur A. Muzakkir Walad yang menggantikan Ali Hasjmy menggagas terbentuknya sebuah lembaga yang diarahkan menjadi tempat resmi bagi berbagai kalangan kepemimpinan dan kotokohan untuk saling bertemu. Diharapkan dengan pertemuan tersebut dapat melahirkan berbagai pemikiran keahlian untuk membuat pembangunan Aceh berlangsung dengan akselarasi yang tinggi. Dan diharapkan juga -dengan lembaga ini menghasilkan konsep-konsep pembangunan yang tangguh, handal dan lebih didasari pada pertimbangan-pertimbangan rasional daripada pertimbangan irasional dan emosional.
Untuk mewujudkan itu semua Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Aceh lalu menggandeng para cendikiawan dari Universitas Syiah Kuala untuk bersama-sama dengan dinas/instansi daerah serta masyarakat membantu merumuskan konsep serta perencanaan pembangunan yang baik bagi Pemerintah Aceh. Maka pada tanggal 15 Oktober 1967 berdasarkan surat Keputusan (SK) Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh Nomor 089/1967 terbentuklah lembaga yang dimaksud dengan nama Badan Pertimbangan Perencanaan Pembangunan Daerah (BP3D) Provinsi Daerah Istimewa Aceh.
BP3D sebernarnya bukanlah badan baru untuk tujuan yang sama, karena Lima tahun sebelumnya tepatnya tanggal 30 Januari 1962 berdasarkan keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh Nomor 22/1962 telah membentuk Badan Perancang Daerah (Bapeda) sebagai tindak lanjut dari dikeluarkannya keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh Nomor 19/1963 tanggal 17 Januari 1962 tentang Aceh Membangun. Bebarapa belun setelah itu Panglima Daerah Militer I Aceh/Iskandar Muda selaku Penguasa Darurat Militer Daerah (PDMD) untuk Daerah Aceh berpedoman pada keputusan presiden Nomor 655 Tahun 1961 tanggal 22 Desember 1961 membentuk Badan Koordinasi Pembangunan Daerah (BKPD) untuk Daerah Istimewa Aceh. Pembentukan BKPD ini ditetapkan dengan (Surat) Keputusan Nomor Kpts/pedarmilda-075/1962 tanggal 6 September 1962.
Pada tahun 1963 dengan terjadinya perubahan kondisi sosial politik dan keamanan Aceh Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh dengan keputusan Nomor 36 tanggal 23 Mei 1963 membatalkan Keputusan PDMD untuk Daerah Istimewa Aceh sebagaimana tersebut diatas dan dengan Keputusan yang sama membentuk BKPD yang selanjutnya disingkat dengan akronim BKPD Dista. Dua tahun setelah itu, dengan berpedoman pada Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1964 BKPD dilebur. Bersamaan dengan peleburan tersebut Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh mengeluarkan Keputusan Nomor 089/1967 tanggal 15 Oktober 1967 untuk membentuk badan baru bernama BP3D sebagaimana telah disebut dimuka. BP3D tidak berumur panjang karena setahun kemudian gubernur meleburnya menjadi badan baru bernama Badan Perencana Pembangunan Aceh (BPPA) atau sering juga disebut Aceh Development Board (ADB). Pembentukan ADB ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh Nomor 53/II/1968 tanggal 26 Juni 1968.
Melalui surat keputusan Gubernur ini, Badan Perencanaan Pembangunan Aceh lahir dengan struktur organisasi, tatakerja, kedudukan, dan fungsi untuk menyikapi pelaksanaan pembangunan daerah secara menyeluruh. Badan ini tidak hanya sebagai badan pembantu gubernur dalam memberi pertimbangan menyusun perencanaan pembiayaan dan pembangunan daerah, bahkan menjadi satu-satunya badan yang memiliki kewenagan megkoordinasikan seluruh kegiatan perencanaan pembangunan dalam Provinsi Daerah Instimewa Aceh. Profesor A. Majid Ibrahim yang saat itu menjabat Rektor Universitas Syiah Kuala ditunjuk menjadi pimpinan dengan jabatan Ketua Pimpinan Harian Badan Perencanaan Pembangunan Aceh.
Kepada Badan Perencanaan Pembangunan Aceh, pemerintah daerah kemudian membebankan enam hal, yaitu :
1. | Penyusunan Pola dasar pembangunan daerah yang didasarkan kepada sistem prioritas; |
2. | Menyusun rencana pembangunan lima tahunan daerah; |
3. | Menyusun anggaran belanja tahunan untuk kepentingan pembangunan dan anggaran untuk masing-masing proyek yang akan dilaksanakan; |
4. | Melaksanakan berbagai survei untuk kepentingan perumusan program pembangunan yang lebih rasional atau realistis; |
5. | Melaksanakan berbagai studi kelayakan untuk proyek-proyek yang akan dibangun oleh perusahaan-perusahaan swasta; |
6. | Menjadi penasihat pemerintah daerah dalam soal ekonomi keuangan. |
Berkat peran Badan Perencanaan Pembangunan Aceh yang secara nyata dan signifikan berhasil memacu pembangunan Daerah Istimewa Aceh melalui perumusan kebijakan pembangunan daerah, maka pada perkembangannya Presiden Republik Indonesia memandang perlu meningkatkan status menjadi salah satu komponen dalam lingkungan organisasi pemerintah daerah. Peningkatan status ini dilakukan melalui surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1973. Keputusan Presiden ini ditindaklanjuti Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 142 Tahun 1974 yang mempertegas pedoman pembentukan, penyusunan organisasi, tata kerja, kedudukan, wewenang dan tanggung jawab Badan Perencanaan Pembangunan Aceh. Sebagai pelaksana Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1973 yo Keputusan Dalam Negeri Nomor 142/1974, Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh lalu mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 393/1975. Dengan surat keputusan ini gubernur secara resmi mengganti nama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Daerah Istimewa Aceh.
Seiring dengan peningkatan status, maka fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah juga bertambah tidak hanya terbatas pada tugas-tugas perencanaan daerah tetapi juga mengcakup tugas-tugas pengendalian operasional. Kecuali bertugas secara teknis, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah juga mengoordinir dan mengintegrasikan usaha penyusunan rencana dan program kerja pembangunan daerah serta melakukan pengendalian operasional kegiatan-kegiatan pembangunan daerah.